POMPEII
Pompeii
adalah sebuah kota zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing dekat kota Napoli
dan sekarang berada di wilayah Campania, Italia. Pompeii hancur oleh letusan
gunung Vesuvius pada 79 M. Debu letusan gunung Vesuvius menimbun kota Pompeii
dengan segala isinya sedalam beberapa kaki menyebabkan kota ini hilang selama
1.600 tahun sebelum ditemukan kembali dengan tidak sengaja. Semenjak itu
penggalian kembali kota ini memberikan pemandangan yang luar biasa terinci
mengenai kehidupan sebuah kota di puncak kejayaan Kekaisaran Romawi.
Saat ini
kota Pompeii merupakan salah satu dari Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pompeii dan
Campania Romawi.
Pompeii
terletak pada koordinat 40°45′0″LU 14°29′10″BT, sebelah tenggara kota Napoli,
dekat dengan kota modern Pompei saat ini. Kota ini berdiri di lokasi yang
terbentuk dari aliran lava ke arah utara di hilir Sungai Sarno (zaman dulu
bernama "Sarnus"). Saat ini daratan ini agak jauh letaknya di
daratan, namun dahulu merupakan daerah yang dekat dengan pantai.
Pada abad
pertama M, Pompeii hanyalah salah satu dari sekian kota yang berlokasi di
sekitar kaki Gunung Vesuvius. Wilayah ini cukup besar jumlah penduduknya yang
menjadi makmur karena daerah pertaniannya subur. Beberapa kelompok kota kecil
di sekitar Pompeii seperti Herculaneum juga menderita kerusakan atau kehancuran
oleh tragedi letusan Vesuvius.
Kota Pompeii
didirikan sekitar abad ke-6 SM oleh orang-orang Osci atau Oscan, yaitu suatu
kelompok masyarakat di Italia tengah. Saat itu, kota ini sudah digunakan
sebagai pelabuhan yang aman oleh para pelaut Yunani dan Fenisia. Ketika
orang-orang Etruskan mengancam melakukan serangan, kota Pompeii bersekutu
dengan orang-orang Yunani yang kemudian menguasai Teluk Napoli. Pada abad ke-5
SM orang-orang Samnium mendudukinya (beserta semua kota di Campania). Para
penguasa baru ini memaksakan arsitektur mereka dan memperluas wilayah kota.
Diyakini juga bahwa selama pendudukan orang-orang Samnium, Roma sempat merebut
kembali Pompeii untuk sementara waktu, namun teori ini belum terbuktikan.
Pompeii ikut
ambil peranan dalam peperangan yang dimulai oleh kota-kota Campania melawan
Roma, namun pada tahun 89 SM kota ini dikepung oleh Sulla. Walaupun tentara
Liga Sosial yang dipimpin oleh Lucius Cluentius ikut membantu dalam melawan
Roma, pada tahun 80 SM Pompeii dipaksa menyerah setelah Nola ditaklukkan.
Pompeii lalu menjadi sebuah koloni Roma dengan nama: Colonia Cornelia Veneria
Pompeianorum. Kota ini menjadi jalur penting bagi barang-barang yang datang lewat
laut dan harus dikirim ke Roma atau Italia Selatan yang terletak di sepanjang
Via Appia yang tidak jauh dari situ.
Pada tahun
62 M, sebuah gempa bumi hebat merusakkan Pompeii bersama banyak kota lainnya di
Campania. Pada masa antara tahun 62 M hingga letusan besar Vesuvius tahun 79 M,
kota ini dibangun kembali, mungkin lebih megah dalam bidang bangunan dan karya
seni dari sebelumnya.
Para
penduduk Pompeii, seperti mereka yang hidup di daerah itu sekarang, telah lama
terbiasa dengan getaran kecil, namun pada 5 Februari 62 [1] terjadi gempa bumi
yang hebat yang menimbulkan kerusakan yang cukup besar di sekitar teluk itu dan
khususnya terhadap Pompeii. Sebagian dari kerusakan itu masih belum diperbaiki
ketika gunung berapi itu meletus [2]. Namun, ini mungkin merupakan sebuah gempa
tektonik daripada gempa yang disebabkan oleh meningkatnya magma yang terdapat
di dalam gunung berapi [3].
Sebuah gempa
lainnya, yang lebih ringan, terjadi pada 64; peristiwa ini dicatat oleh
Suetonius dalam biografinya tentang Nero[4], dalam De Vita Caesarum, dan oleh
Tacitus dalam Buku XV dari Annales [5] karena hal ini terjadi ketika Nero
berada di Napoli dan tampil dalam sebuah pertunjukan untuk pertama kalinya di
sebuah panggung umum. Suetonius mencatat bahwa kaisar tidak memedulikan gempa
itu dan terus bernyanyi hingga selesai lagunya, sementara Tacitus mencatat
bahwa teater itu runtuh setelah orang-orang di dalamnya dievakuasi.
Penulis
Plinius Muda menulis bahwa getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan
karena sering terjadi di Campania".
Pada awal
Agustus tahun 79, mata air dan sumur-sumur mengering [6]. Getaran-getaran gempa
ringan mulai terjadi pada 20 Agustus 79 [7], dan menjadi semakin sering pada
empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak disadari orang,
dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan gunung berapi yang
mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut, mengubur Pompeii
dan daerah-daerah permukiman lainnya. Kebetulan tanggal itu bertepatan dengan
Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.
Laporan
saksi mata satu-satunya yang bertahan dan dapat diandalkan tentang peristiwa
ini dicatat oleh Plinius Muda dalam dua pucuk surat [8] kepada sejarahwan
Tacitus. Dari rumah pamannya di Misenum, sekitar 35 km dari gunung berapi itu,
Plinius melihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di atas Gn. Vesuvius:
sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti pohon pinus muncul dari mulut
gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu dengan segera menuruni
lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di sekitarnya, termasuk laut
yang di dekatnya.
"Awan"
yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran piroklastik,
yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu yang meletus dari sebuah
vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada saat letusan
itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat bahwa debu
juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa tempat ia
berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh suatu
"gempa bumi", sebuah gejala yang disebut oleh para geolog modern
sebagai tsunami.
Gambarannya
lalu beralih kepada fakta bahwa matahari tertutup oleh letusan itu dan siang
hari menjadi gelap gulita. Pamannya, Plinius Tua mengambil beberapa kapal untuk
meneliti gejala ini dan menyelamatkan orang-orang yang terperangkap di kaki
gunung itu. Karena tidak dapat mendarat dekat gunungtersebut karena angin yang
tidak menguntungkan dan debu yang dihasilkan letusan itu, Plinius Tua
melanjutkan perjalanan ke Stabiae sekitar 4,5 km dari Pompei. Ia meninggal di
sana keesokan harinya. Dalam suratnya yang pertama kepada Tacitus, kemenakannya
menduga bahwa ini disebabkan karena pamannya menghirup gas beracun. Namun
Stabiae 16 km jauhnya dari tempat kejadian dan rekan-rekannya tampaknya tidak
terpengaruh oleh hirupan udara itu, dan karena itu kemungkinan sekali
kematiannya disebabkan karena Plinius yang gemuk [9] meninggal karena stroke
atau serangan jantung [10].
Lenyap
selama 16 abad
Fresko
dekoratif: "Dewi Europa dan sang Lembu"
Lapisan debu
tebal menutupi dua buah kota yang lokasinya dekat dengan kaki gunung Vesuvius,
sehingga kedua kota ini menjadi hilang dan terlupakan. Kemudian kota
Herculaneum ditemukan kembali pada 1738, dan Pompeii pada 1748. Kedua kota ini
digali kembali dari lapisan debu tebal dengan membebaskan semua
bangunan-bangunan dan lukisan dinding yang masih utuh. Sebenarnya, kota ini
telah ditemukan kembali pada 1599 oleh seorang arsitek bernama Fontana yang
menggali sebuah jalan baru untuk sungai Sarno, namun membutuhkan lebih dari 150
tahun kemudian barulah sebuah upaya/kampanye serius dilakukan untuk membebaskan
kota ini dari timbunan tanah.
Raja Charles
VII dari dua Sisilia sangat tertarik dengan temuan-temuan ini bahkan hingga ia
diangkat menjadi raja Spanyol. Giuseppe Fiorelli mengambil tanggung jawab
ekskavasi pada 1860. Hingga saat itu Pompeii dan Herculaneum dianggap telah
hilang selamanya. Di kemudian hari, Giuseppe Fiorelli adalah orang yang
menyarankan penggunaan teknik injeksi plester terhadap ruangan kosong dalam
tubuh korban Vesuvius yang sudah hancur untuk membentuk kembali permukaan tubuh
mereka secara sempurna.
Pasangan
penduduk Pompeii
Ada teori
tanpa bukti yang menyatakan bahwa Fontana menemukan beberapa fresko erotis
selama penggalian yang dilakukannya, namun karena norma-norma kesopanan yang
amat kuat saat itu ia mengubur fresko-fresko itu kembali. Hal ini diperkuat
oleh laporan-laporan penggalian oleh tim lain sesudahnya yang menyatakan bahwa
daerah galian tersebut menunjukkan suasana telah pernah digali dan dikuburkan
kembali.
Forum
(bangunan untuk keperluan sosial), pemandian, beberapa rumah/gedung dan
sejumlah villa telah dapat diselamatkan dengan baik. Sebuah hotel (dengan luas
1000 meter persegi) ditemukan dekat dengan lokasi kota. Hotel ini lalu
dinamakan "Grand Hotel Murecine".
Fakta
menyatakan bahwa Pompeii merupakan satu-satunya situs kota kuno di mana
keseluruhan struktur topografinya dapat diketahui dengan pasti tanpa memerlukan
modifikasi atau penambahan. Kota ini tidak dibagi sesuai dengan pola-pola kota
Romawi pada umumnya dikarenakan permukaan tanah yang tidak datar (kota ini
berada di kaki gunung). Namun jalan-jalan di kota ini dibuat lurus dan berpola
pada tradisi murni Romawi kuno, permukaan jalan terdiri dari batu-batu poligon
dan memiliki bangunan-bangunan rumah dan toko-toko di kedua sisi jalan,
mengikuti decumanus dan cardusnya. Decumanus adalah jalan-jalan yang merentang
dari timur ke barat, sementara cardus merentang dari utara ke selatan.
Gempa bumi,
longsor dan kerusakan akibat letusan gunung berapi
Sebuah jalan
sepi di Pompeii
Sebuah
bidang penelitian penting saat ini berkaitan dengan struktur-struktur, yang
kini sedang diperbaiki, pada masa letusan (kemungkinan rusak pada waktu gempa pada
tahun 62). Sebagian dari lukisan-lukisan tua yang rusak agaknya tertutup dengan
lukisan-lukisan yang lebih baru, dan alat-alat modern digunakan untuk menemukan
kembali gambaran dari fresko-fresko yang telah lama tersembunyi. Alasan tentang
mengapa struktur-struktur ini masih diperbaiki 10 tahun setelah letusan itu
adalah kenyataan bahwa frekuensi ledakan menjelang ledakan yang hebat itu
semakin kecil.
Kebanyakan
penggalian arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada peristiwa
vulkanik tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian Pompeii
yang lebih tua dan contoh-contoh utama dari pengeboran-pengeboran di dekatnya
telah menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang menunjukkan bahwa
peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum terjadinya ledakan yang
terkenal itu, karena ada tiga lapisan sedimen yang terletak di bawah kota itu
yang ditemukan di atas lapisan lava. Bercampur dengan sedimen ini ditemukan
pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari tulang-tulang binatang,
potongan-potongan keramik dan potongan-potongan tumbuhan. Dengan menggunakan
penanggalan karbon, lapisan yang tertua diperkirakan berasal dari abad ke-8 SM,
sekitar masa pendirian kota itu. Dua lapisan lainnya dipisahkan dari lapisan-lapisan
lainnya dengan lapisan tanah yang dikembangkan dengan baik atau merupakan jalan
yang dibuat orang Romawi pada sekitar abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM. Teori di
balik lapisan-lapisan dari beraneka sedimen ini adalah tanah longsor yang
hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun berkepanjangan. (Senatore,
et al., 2004)
Pada
penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam
lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan
untuk mengisi ruang-ruang kosong itu dengan semen. Apa yang dihasilkan adalah
bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga Pompeii)
yang gagal melarikan diri, dalam saat-saat terakhir hidup mereka (lihat [11],
[12], [13]). Untuk sebagian dari mereka, ungkapan ketakutan itu cukup jelas
kelihatan.
Para korban
letusan
Para geolog
telah menggunakan sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan serpihan-serpihan
yang ditemukan di Pompeii untuk memperkirakan temperatur aliran piroklaktik
yang mengubur kota itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku kembali, mineral
magnetik dalam batu itu mencatat arah bidang magnet Bumi. Bila bahan itu
dipanaskan melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai temperatur
Curie, bidang magnetnya mungkin akan dimodivikasi atau sama sekali diatur
kembali.
Analisis
terhadap lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti atap
genting, menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika muncul
dari mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C pada saat
tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami temperatur
antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan temperatur yang
lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan bahwa guncangan mungkin
telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam awan debu itu. (Cioni, et
al., 2004)
Fresko-fresko
Pompeii yang dapat diselamatkan menawarkan pengetahuan yang tiada bandingnya
mengenai kebudayaan dari kota purbakala ini
Kota Pompeii
memberikan gambaran sesaat mengenai kehidupan kota Romawi pada abad pertama.
Gambaran sesaat ini memperlihatkan bahwa Pompeii merupakan kota yang sangat
hidup sebelum terjadinya letusan gunung. Bukti-bukti memberi petunjuk hingga ke
hal yang amat detail dari kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, pada lantai
sebuah rumah (rumah Sirico) sebuah tulisan terkenal Salve, lucru (Selamat
datang, uang), mungkin dimaksudkan sebagai humor, menunjukkan kepada kita
perusahaan perdagangan yang dimiliki oleh dua sejawat, Sirico dan Nummianus (namun
nama ini mungkin hanya julukan, karena nummus berarti mata uang, uang). Di
rumah-rumah lainnya, terdapat banyak gambaran terinci mengenai profesi dan
kategori, seperti pekerja binatu (Fullones). Kendi-kendi anggur bertuliskan
Vesuvinum (istilah permainan kata dalam perdagangan). Grafiti yang dipahat di
dinding memberitahu kita akan nama suatu jalan.
Teatro
Grande "Teater Besar" dengan kapasitas penoton yang banyak terletak
di sebelah teater Piccollo
Ketika
letusan terjadi, kota Pompeii mungkin memiliki penduduk sejumlah 20.000 orang
dan berlokasi di area di mana orang Roma memiliki vila-vila liburan mereka.
Banyak pelayanan yang disediakan di kota Pompeii ditemukan, misalnya: Macellum
(pasar raya menyediakan makanan), Pistrinum (penggilingan gandum), Thermopolium
(sejenis bar yang menyediakan minuman dingin dan panas), cauporioe (restoran
kecil), dan sebuah amfiteater.
Tahun 2002
penemuan lain yang tak kalah pentingnya di hilir sungai Sarno mengungkapkan
bahwa pelabuhan tersebut juga memiliki banyak penduduk dan para penduduknya
tinggal di palafitte (desa dengan rumah-rumah yang menjorok di atas danau),
dalam sebuah sistem kanal yang, menurut para ilmuwan, menyerupai kanal-kanal di
Venesia. Namun fakta ini masih harus dipelajari lebih jauh.
Menurut Steven
Ellis, salah satu tim arkeolog University of Cincinnati, penggalian situs
menghasilkan analisis arkeologi terkait hunian lengkap di mana situs itu juga
menyimpan pusat bisnis yang terletak disalah satu gerbang tersibuk di Pompeii,
Porta Stabia. Wilayah situs mencakup 10 bidang bangunan terpisah dan memiliki
20 bangunan toko yang sebagian besar menjual makanan dan minuman. Salah satu di
antara bukti yang diperiksa merupakan limbah yang diperoleh dari saluran air
dan 10 kakus. Limbah makanan yang ditemukan berupa makanan mineral berasal dari
dapur dan kotoran manusia, salah satunya adalah sisa makanan terutama
biji-bijian. Materi yang dianalisis dari saluran air pembuangan mengungkapkan
berbagai kuantitas bahan yang sangat jelas membedakan sosial dan ekonomi antara
kegiatan dan kebiasaan konsumsi masing-masing properti, termasuk diantaranya
limbah dari penginapan.
Temuan
limbah makanan mengungkapkan jenis konsumsi murah dan elit seperti buah-buahan,
kacang, zaitun, ikan lokal dan telur ayam, serta potongan daging yang harganya
jauh lebih mahal. Selain itu, limbah kotoran yang ditemukan dari saluran air
tetangga juga mengungkapkan adanya perbedaan sosial ekonomi antara tetangga.
Saluran dari properti pusat diidentifikasi mengandung berbagai makanan kelas atas
yang mungkin diperoleh secara impor dari luar Italia, salah satunya kerang,
landak laut hingga kaki jerapah. Tulang kaki jerapah dianggap sebagai makanan
eksotis dan ditegaskan bahwa fakta ini dianggap sebagai satu-satunya bukti yang
pernah tercatat di penggalian arkeologi Romawi di Italia. Berbagai makanan saji
yang disediakan oleh restoran di kota Pompeii tidak hanya menggambarkan adanya
perdagangan dari wilayah jauh, tetapi juga menggambarkan kekayaan dan makanan
diet kaum non elit. Salah satu bukti adanya perdagangan dari negara lain adalah
impor rempah-rempah yang hanya bisa diperoleh dari wilayah Indonesia.
Seni erotis
di Pompeii dan Herculaneum ditemukan di kota-kota kuno yang pernah ada di
sekitar Teluk Napoli, terutama Pompeii dan Herculaneum, setelah dilakukan
penggalian besar-besaran sejak abad ke-18. Kota-kota kuno itu ditemukan penuh
berisi seni erotis serta fresko, simbol, dan prasasti yang oleh para
penggalinya dianggap porno. Bahkan, barang-barang rumah tangga yang ditemukan
juga bercorak seksual. Banyaknya gambaran dan barang bercorak seksual itu
menunjukkan bahwa adat seks dalam budaya Romawi Kuno saat itu jauh lebih bebas
daripada kebanyakan budaya saat ini meski bisa jadi apa yang saat ini dianggap
sebagai gambaran erotis, misalnya penis raksasa, merupakan gambaran kesuburan.
Gegar budaya itu membuat banyak temuan disembunyikan seperti fresko Priapus,
dewa seks dan kesuburan, yang penis raksasanya ditutup plester dan baru
diketahui pada tahun 1998 karena terhapus air hujan.[1]
Pada tahun
1819, saat Raja Francis I dari Napoli mengunjungi pameran Pompeii di Museum
Nasional bersama istri dan putrinya, ia merasa sangat malu oleh karya seni
erotis sehingga memutuskan untuk memindahkannya ke ruang rahasia yang hanya
dapat dikunjungi oleh "orang dewasa yang bermoral". Selama lebih dari
seabad, ruang itu berkali-kali dibuka-tutup, dibuka untuk sementara pada akhir
tahun 1960-an saat revolusi seksual, dan akhirnya dibuka untuk umum pada tahun
2000. Akan tetapi, pengunjung di bawah umur hanya diizinkan masuk apabila ada
orang dewasa yang mendampingi atau dibekali izin tertulis
Pompeii
dalam dunia hiburan populer
Pompeii
dijadikan latar belakang novel sejarah modern The Last Days of Pompeii dan
sebuah film seri televisi Inggris Up Pompeii, dan novel Robert Harris baru-baru
ini, Pompeii, sebuah kisah fiksi yang terpusat pada aquarius (ahli saluran air)
Marcus Attilius yang harus memperbaiki kerusakan pada akuaduk di dunia, Aqua
Augusta, yang rusak di suatu tempat di sekitar Gn. Vesuvius. Dalam seni visual,
The Last Day of Pompeii adalah sebuah lukisan terkenal oleh Carlo Brullo yang
kelahiran Rusia.
Pada Oktober
1971, band terkenal Pink Floyd mengadakan pertunjukan di sebuah amfiteater yang
kosong dan berusia 2.000 tahun di Pompeii, di hadapan penonton yang terdiri
dari para kru film termasuk para kamerawan. Pertunjukan ini diedarkan sebagai
sebuah film di seluruh dunia, dan belakangan dalam bentuk video. Sang sutradara
belakangan menambahkan gambar-gambar ruang angkasa dan merilisnya dalam bentuk
'potongan sutradara', yang kini tersedia dalam bentuk DVD.
"Last
Days of Pompeii" adalah sebuah opera rock tahun 1991 oleh band rok
alternatif Nova Mob.
Taman
bertema Busch Gardens di Williamsburg, Virginia menampilkan sebuah atraksi
berjudul "Escape from Pompeii," (Melarikan diri dari Pompeii); di
situ para penumpang mengendarai kapal-kapal kecil yang konon sedang melarikan
diri melalui kota Pompeii sementara reruntuhan-reruntuhan kota berguliran di
sekitar mereka.
Rexford (Rex)
Phillips, alias “Rexino Mondo,” menulis, menyanyikan, membacakan serta
memproduksi sebuah "buku audio" 210 menit berjudul Messenger From Pei
(Utusan dari Pei). Buku ini mengisahkan penugasannya di Kompi Khusus ke-10 dari
Angkatan Darat AS di Korea. Di sana ia berjumpa, bersahabat dan akhirnya
menjalin hubungan yang akrab dengan aktris Debbie Reynolds. Berbagai arus
bolak-balik membawa mereka dalam suatu perjalanan ke kehidupan masa lampau, dan
khususnya dalam pelarian mereka dari "Pei yang dekaden", tepat
sebelum kehancuran total kota itu, bersamaan dengan hari-hari terakhir
"Pompeii", bakal anaknya yang rusak akhlaknya. Karya ini dibuat pada
1992 dan diedarkan secara terbatas.
Palaestra
Pompeii dilihat dari puncak dinding stadion. Bagian tengah kiri yang mencekung
diisi dengan air dan digunakan untuk latihan berenang atau permainan
pertempuran laut. Di sebelah kanan (agak tertutup oleh batang pohon) adalah
barisan pokok-pokok pohon yang menjadi arang, sisa-sisa pohon (masing-masing
seratus tahun usianya) dari palaestra yang terbakar dalam ledakan gunung berapi
tahun 79. Di antara mereka dan deretan tiang, terdapat barisan pepohonan muda
yang baru ditanam sebagai penggantinya.
Tragedi
Pompeii dari sisi pandang agama
Pompeii,
yang merupakan simbol dari degradasi akhlaq yang dialami kekaisaran Romawi,
adalah pusat perzinaan dan homoseks. Nasib Pompeii mirip dengan kaum Nabi Luth.
Kehancuran Pompeii terjadi melalui letusan gunung berapi Vesuvius
Catatan
sejarah menunjukkan bahwa kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan
dan kemungkaran. Kota tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi
perzinahan atau prostitusi. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah
pelacuran tidak diketahui, hal ini terjadi karena mengacu pada kepercayaan Mithraic, dimana organ-organ seksual dan
hubungan seksual tidaklah tabu, tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka.
Penghancuran
Pompeii sendiri mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam
Alqur'an, sebab Alqur'an secara khusus mengisyaratkan “pemusnahan secara
tiba-tiba” ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini.
pemusnahan
dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud
dikisahkan: “Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras
mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan
oleh) yang punya kandang binatang.”
Kematian masal
penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu yang sangat singkat persis
sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat di atas.
Ledakan
tersebut membenamkan Pompeii dalam timbunan lapili --kerikil campur pasir. Baru
pada abad 18, ketika mulai digali, kota ini ditemukan relatif utuh, dari
arsitektur gedung-gedungnya hingga mozaik, dari kamar tidur hingga tempat
penyimpanan anggur, air dan makanan. Kami bahkan menemukan tanda "awas
anjing galak."
Pada 1594,
seorang arsitek, Domenico Dorgana, sedang membangun sebuah kanal, ketika
menemukan satu bagian kecil dari Pompeii. Dorgana mencatat penemuan itu namun
tak ada kelanjutannya.
Baru pada
1748, atau 150 tahun kemudian, ketika Charles de Bourbon berkuasa di Napoli,
penggalian serius mulai dilakukan. Orang ingin tahu bagaimana rupa Pompeii.
Artinya, penggalian dilakukan 1,600 tahun sesudah ledakan Vesuvius. Hasilnya
spektakular! Namun banyak barang bernilai justru dirampok dari situs seluas 66
hektar itu.
Giuseppe
Fiorelli, yang mulai bekerja pada 1858, dianggap orang yang paling banyak
menemukan Pompeii. Hingga hari ini, Pompeii masih belum sepenuhnya digali. Kami
masih melihat banyak sekali penggalian atau bagian tertutup. Para anthropolog
bekerja dengan sekop kecil dan kuas. Pagar-pagar besi masih bertebaran.
Gunanya, mengatur lalu lintas pengunjung sekaligus menjaga situs ini dari
penjarahan. Menurut buku Lonely Planet, ada 2.3 juta pengunjung setiap tahun ke
Pompeii.
Kini orang
yang berkunjung ke Pompeii, bisa melihat jalan-jalan kota ini. Kebudayaan
Romawi membangunnya dari batu-batu besar dengan permukaan rata. Permukaan rumah
dibangun sekitar 30 cm dari permukaan jalan. Jalan juga berguna sebagai saluran
air. Di setiap persimpangan ada batu-batu besar untuk batu loncatan agar jubah
orang tak basah bila menyeberangi jalan. Orang kebanyakan memakai kereta
keledai. Orang kaya bisa memakai kuda.
Bangunan
rumah dibuat dari bata dan batu. Menurut Antonio Campinelli, guide yang
mengantar kami, rumah-rumah penduduk Pompeii terdiri sedikitnya dua tingkat.
Setiap rumah punya halaman dalam dimana mereka menanam pohon zaitun dan anggur.
Gunanya,
biji buah zaitun diperas, dijadikan minyak zaitun. Anggur, tentu saja,
dijadikan minuman. Mutu zaitun terbaik dipakai untuk obat-obatan dan bahan
makanan. Mutu terjelek dipakai untuk bahan bakar lampu. "Banyak terjadi
kebakaran waktu itu karena penerangan dari lentera zaitun," kata
Campinelli. Lantai dua atau tiga kebanyakan terbuat dari kayu. Budak-budak
tidur di lantai kayu. Majikan tidur di lantai dasar. Budak-budak ini rentan
meninggal kalau terjadi kebakaran.
Ketika
Pompeii digali, juga ditemukan rumah dengan tubuh-tubuh korban membatu. Ada
anak kecil. Ada perempuan. Ada lelaki. Ada yang tiduran. Ada juga yang berusaha
bangkit. Ada juga anjing dan pepohonan. Menurut Campinelli, tubuh-tubuh itu
ketika ditemukan sudah mirip kepompong. Selama 1,600 tahun, daging korban tentu
sudah mengerut dan tinggal tulang-belulang. Giuseppe Fiorelli menyuntikkan
sejenis plaster ke dalam bagian-bagian yang kosong tersebut. Kini tubuh-tubuh,
manusia, hewan dan tanaman yang membatu tersebut diletakkan pada lokasi dimana
mereka ditemukan.
Menurut buku
Pompeii 2000 Years and Today karangan Alberto C. Carpiceci, Pompeii memiliki
warga sekitar 20,000 orang. Di kota ini ada penginapan (hospitia), kandang kuda
(stabula), rumah makan (cauponae), cafe (thermopolia) serta rumah model
satu-keluarga (domus italica).
Makanan
kebanyakan disimpan dalam kuali-kuali kecil dari tanah liat. Bahannya
kebanyakan sayuran atau hewan kecil. Mereka belum terbiasa memakan hewan besar
mengingat sulit mengawetkannya. Sapi atau kerbau lebih diambil susunya. Mereka
membuat wine namun proses penyulingannya belum sehalus sekarang. Di
tembok-tembok pagar rumah terlihat guci-guci tanah liat. Gunanya untuk
menyimpan air hujan. Air seni ditampung untuk mencuci pakaian.
Namun juga
rumah bordil. "Waktu itu, orang berhubungan seks dianggap sama dengan
makan dan minum," kata Campinelli. Kami mengunjungi satu rumah bordil
dengan lukisan-lukisan dinding yang menawarkan berbagai pelayanan seks erotis.
Ada juga rumah pelacur dengan harga lebih murah. Ranjang dan bantalnya terbuat
dari batu. Ruang prakteknya juga kecil.
Pompeii juga
memiliki rumah mandi, dengan air dingin, air panas dan mandi uap. Rumah
kebanyakan tak dilengkapi kamar mandi. Hanya rumah orang kaya pakai kamar
mandi. Air dialirkan masuk ke rumah mandi. Kini mereka masih bisa dilihat
tiang-tiangnya.
Pompeii juga
memiliki dinding-dinding jalan yang dipakai untuk beriklan atau propaganda. Ada
propaganda pemilihan anggota dewan kota. Ada iklan rumah pelacuran. Ada juga
protes terhadap penguasa. Menurut Carpiceci, Pompeii diatur oleh dua orang
gubernur (duumviri) yang dipilih lima tahun sekali. Sudah ada demokrasi waktu
itu!
Juga ada dua
pejabat (aediles) yang bertanggungjawab untuk kesehatan publik, hiburan massal,
manajemen pasar serta penyediaan bahan pangan. Kota ini juga ada dewan kota
(ordo decurionum) dengan jumlah 100 warga pilihan.
Seharian
kami berjalan dalam Pompeii. Masuk dari rumah ke rumah. Melihat kamar mandi,
kuburan, rumah makan, saluran air bahkan membaca materi kampanye pemilihan ordo
decurionum. Warnanya merah. Rasanya, senang sekali bisa memahami sejarah begini
dekat.
Sebagai
sebuah desa pertanian, Pompeii mula-mula didirikan oleh orang-orang Orci, lalu
Yunani, lalu sejenak oleh kaum Estrucan. Orang Samnite memperbesarnya hingga
akhir abad 4 sebelum Masehi ketika orang Romawi ikut tinggal disana. Saat itu
Pompeii sudah jadi kota besar, pusat perdagangan, ketika daerah-daerah
sekitarnya masih kecil, termasuk Neapolis (kini Napoli).
Kami jadi
lebih mengerti mengapa kebudayaan Barat jadi begitu lekat dengan realitas,
minimal Romawi, dengan adanya tempat bersejarah, yang diteliti dan ditulis
secara profesional, macam Pompeii.
Pompeii dan
keadaan Indonesia saat ini
Keadaan
Pompeii yang sudah dibahas diatas sangat menyedihkan, namun, penulis mengamati
beberapa kesamaan dengan keadaan Indonesia saat ini..
Berdasarkan
catatan sejarah, kepercayaan Mithraic justru merekomendasikan agar melakukan
hubungan seksual secara terbuka, dan itu terjadi di Pompeii, lalu apa bedanya
dengan Indonesia sekarang ? Dimana video-video *maaf* porno beredar luas, yang
kurang lebih berarti melakukan hubungan seksual yang mungkin tertutup, namun
dibiarkan terbuka untuk orang yang ingin melihatnya..
Untuk kasus
homoseksual sendiri, penulis membiarkan anda sendiri yang menilai.. karena
tentunya pandangan orang berbeda-beda.. dan semoga, Indonesia kita yang
tercinta tidak akan berakhir dalam kondisi tragis.. seperti kota Pompeii..
Tribute To
Pompeii Tragedy
Sebuah band
asal Inggris, Bastille, mempunyai cara tersendiri untuk mengenang tragedi
Pompeii, mereka membuat lagu dengan judul yang sama dengan nama tragedi
tersebut, lagu itu masuk di album mereka, "Bad Blood"
Liriknya
mempunyai arti yang cukup dalam maknanya, dan bagi penulis pribadi, lagu ini
merupakan 'deja vu' ke waktu tragedi Pompeii..
Dimana semua
berjalan seperti biasa, namun sebuah bencana besar datang dan tidak ada yang
bisa mengubahnya, dan dunia runtuh, cuaca gelap karena asap dari letusan gunung
merapi..